Rabu, 06 November 2013

Nyanyian Rindu si Anak Kandang





Pekikan itu.. Teriakan itu menyembur dalam benak ku.. Dia berlari membawa batang sapu untuk memnghujam tubuhku aku berlari menyusup dalam rumah-rumah tetangga. Tak kuasa aku berlalu sampai pada sebuah lahan gembalaan. Ya aku masih mengenakan seragam sekolah ku waktu itu. Aku berlari mencari sosok wanita yang sedang mengembalakan domba-dombanya. Aku menceritakan semuanya, dan ternyata semua memang salah ku.
Lelaki tua itu selalu ku panggil ayah, rambutnya yang sudah mulai memutih tak menghilangkan tabiat kejam dan kerasnya. Cara mendidiknya yang sangat arogan membuat ku tercipta seperti ini, Sedangkan wanita penggembala itu adalah dia yang selalu ku panggil mamak. Aku terlahir di keluarga yang dielu-elukan masyarakat adalah keluarga besar. Ya, aku anak ke sembilan dari lima belas bersaudara. Mungkin sudah selayaknya keluarga ku mendapat rekor muri.
Semua memori-memori saat itu masih ku ingat sampai sekarang, mungkin bukan aku saja yang terkena pendidikan keras dari ayah ku, bahkan adikku dan kakak-kakak ku pun merasakannya. Ayah bukanlah tipikal orang yang pemilih atau pilih-pilih kasih, beliau menyamaratakan pada semua anak-anaknya termasuk aku. Tak ada yang dimanjakan dari kami, karena ia rasa dunia itu terlalu kejam untuk bermanja-manja. Untuk itulah sampai sekarang aku kaku dan tak berpangaruh pada tingkah pangku tangan orang-orang disekitarku.
Aku bingung untuk menceritakannya, sulit lidahku bercengkrama untuk itu. Ahh.. cerita itu memang unik dan sulit untuk melupakannya. Akulah si anak kandang yang rindu akan pulang. Aku hanya bisa tertawa renyah membayangkannya. Sudah dua tahun ku melanglang buana di kota besar, kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di pulau jawa. Mungkin sudah menjadi takdirku untuk meneruskan usaha keluarga untuk menjadi peternak sampai-sampai aku terperosok masuk ke dunia peternakan. Aku bukanlah mahasiswa cerdas yang dielu-elukan di kampus, biasa saja, karena ku tahu itu bukan orientai ku. Di kampus aku diceletuki sebagai cewek galak, jutek, dan bla.. bla.. bla.. anggap angin lalu saja karena ku akui aku memamg seperti itu. Wajar saja sampai saat ini tak seorang laki-laki pun berani mendekati ku. Ya mungkin karena sifat ku itu. Apa boleh buat semua sudah dikandung badan, dan semua sudah menjadi tabiat ku, aku menyukai keunikan ku dan aku percaya tuhan punya kata untuk menjawab keunikan ku ini.
Perjalanan selama dua tahun di kota orang menjadi kenangan-kenangan yang menjadi awal pengalamanku jauh dengan orang tua. Ayah dan mamak tak pernah mengajari kami untuk menjadi manusia yang manja. Wajarlah jika aku pun jarang sekali komunikasi dengan keluarga ku dikampung. Banyak orang mengatakan aku itu aneh, ahhh.. apalah itu aku tak peduli. Idealisme itu menjadi-jadi “Aku adalah aku, bukan kamu dan bukan orang lain”. Istilah egoisme itu merasuk ke dalam jiwa ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diterima

JANJI BISU

Tentang sederet janji dan janji dalam lisan maupun tulisan Tentang sebongkah rindu dan pelukan hangat dari kekasih Tentang malu-malu y...