Senin, 13 Maret 2017

MASIHKAH MENYALAHKAN MEREKA?



Keluarga Besarku
Sedari fajar mereka sudah rukuk dan sujud menyembah Sang Pencipta. Bahkan sepertiga malam rutin untuk mendoakan kita. Ya kita yang enam belas bersaudara ini, meski dua oarang diantara kita telah menemui Sang Ilahi, dia tetap mendoakannya. Ahh.. betapa menyimpan sesal batin ku, andai dan andai suka sekali menghujam bibir hati ku. Menepisnya dengan memelas “Ah, mungkin sudah takdir ku harus merantau seperti ini”, gumamku dalam hati. Hei, kalian tahu, meski diantara kita ada yang seayah namun tak seibu dan seayah seibu, ayah dan mamak tak pernah membedakan diantara kita. Serius! Aku saksinya. Bukan, bukan karena aku dan kakak beda ibu dan saat ini akulah dari ibu kedua. Bukan kak! Tak ku membelanya, hanya saja sudah kurasakan. Namun tetap saja menurut forcasting ku kalian masih menganggapnya “Ibu Pengganti”. Lantas bisakah kakak-kakak mencintainya dengan sepenuh hati?. Tahukah kalian bahwa aku menjadi tempat curhatnya? Ya, sambil air mata berderai sekali pun. Dia suka menceritakan masa lalu kalian bertiga, tentang kakak pertama yang sangat garang. Ya, bahkan tentang kakak pertama yang pernah menyemprotku dengan air dari selang yang mengalir kencang, tentang kakak pertama yang tak suka atas lahirnya diriku. Benarkah demikian kakak pertama ku yang kucinta?. Ya, sungguh aku tak ada membeda-bedakan pada semuanya.

Hei, lupakah pada jasa mereka yang sejak kecil umur 7 tahun, bahkan belum menginjak umur baligh kita sudah dibangunkan sholat subuh untuk sholat berjamaah bersama?, bahkan mengajarkan kita tuk sesegera mungkin untuk bangun dengan cara menarik kaki kita dari tempat tidur, mencubit dengan kasih sayangnya dan memukul kaki kita dengan sangat hati-hati atau bahkan memercikkan air ke wajah kita. Kita tahukan tujuan mereka itu apa?. Ya, agar kita selalu mengingat Sang Pencipta dan memuji asmanya sejak fajar. Tak lain dan tak bukan untuk menjadikan kita manusia yang berakhlak mulia.
Ayah dan Mamak
Ayah yang suka menasehati kita sejak balita, memukul kita jika kita malas dan membangkang. Apakah itu salah? Tidak! Itu tidak salah. Mengajarkan kita shalat sunnah, bagaimana menyembayangkan mayat, bacaan sholat lengkap dan mengajarkan kita doa selepas sholat ataupun wirit-wirit meneduh jiwa. Apakah masih kurang kasih sayangnya?. Itu semata-mata karena kita dititipkan pada dua jiwa yang kita panggil ayah dan mamak. Mereka tak ingin, jika di padang mahsyar atau di akhirat nanti catatannya jelek hanya karena mendidik kita yang cuma abal-abal. Ayah dan mamak mau dan memaksa kita untuk mempelajari dunia dan akhirat. Lantas masihkah meragukan kasih sayang mereka dan menyalahkan mereka?.
77 tahun dan 57 tahun. Jarak yang cukup jauh antara ayah dan mamak kita. Kemarin malam saat ku melepas kepergianku ke tanah rantau, air mata ku tak bisa terbendung lagi. Bahkan kak Sri yang sering disapa Iyek aneh melihat tangisan ku yang menjadi-jadi. “Aku gak bisa menahannya kak”, ucapku padanya. “Aku ga bisa melihat raut wajah kepayahan dari mamak . aku merasa ingin selalu di dekatnya, membuat bantalan giginya yang berwarna merah muda itu terlihat. Mamak butuh kita kak. Butuh kita yang selalu menguatkan hatinya, membelanya, karena selama ini dia selalu terpojok dengan istilah “Salah Asuhan”. Kalian tahu, saat menulis tulisan ini aku masih menitikkan air mata. Ayah. Sosok yang kini semakin tua dan renta. Dengan tongkat yang dibuatnya dari kayu mahoni belakang rumah, perlahan menuju masjid depan rumah. “Ah.. ayah. Kenapa keras kepala mu makin menjadi-jadi?”, gerutu ku dalam hati. Sesalku adalah, selama di rumah, aku masih saja suka membantahnya. Astagfirullah aladzim...

Aku dan Ayah
Saat pamitan malam itu, (Allahumma ya Allah.. maafkan hamba yang khilaf ini)
Aku bersimpuh mencium kedua pipinya, keningnya dan berulang kali memeluknya. Mencium tangannya dan berkata “Ayahhh.. maafkan aku. Maafkan kesalahanku selama ini yang masih menentang dan melawan mu. Maafkan aku yang masih belum sabar menghadapi masa tua mu”. Berkali-kali ucapan itu ku keluarkan dan terucap di azzam hatiku “Aku tak akan mencintai lelaki selain mu”. “Ayah mohon doanya untuk kelancaran pendidikan ku, semoga lancar hingga kelulusan ku dan aku akan memapankan finansial ku untuk membuat keluarga kita sejahtera”. Ayah hanya menganggukkan kepala sambil menangisi ku. Saat itu mamak berada di hadapan ku saat aku menyudahi memeluk ayah. Disana kudapati dia menyebut nama ku sambil menangis “Diniiii.. baik-baik ya nak disana, jaga diri baik-baik”, pesannya. Pelukannya hangat, hangat sekali. Penuh cinta yang baru kurasai saat ini.
Kau tahu, wajahku yang galak dan cara bicaraku yang judes ini menyimpan air mata yang cukup banyak. Tapi tak kutunjukkan pada khalayak ramai. Hanya untuk orang tertentu, orang terkasih.

Aku dan Mamak
Kembalinya aku ke tanah rantau ini menyisakan rindu. Pasti. Rindunya pasti menjadi-jadi. Semangat untuk menjadi pribadi yang lebih dan leebihh mandiri semakin menguat dalam tekad untuk kebahagian keluarga.
Bahkan aku berjanji untuk tidak membuat kedua orang tuaku cemburu dengan lelaki yang hadir dan masuk ke hati ku. Mungkin menurut kalian aneh kan?. Tapi begitulah mau ku yang belum tentu juga dimaui Tuhan ku. Semoga Allah mendengar niat baik ku ini. Semoga lelaki yang ingin mengetuk relung hati ku paham maksud ku ini.

Senin, 13 Maret 2017
Kereta Api Sawunggalih Pagi menuju Kota Satria Purwokerto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diterima

JANJI BISU

Tentang sederet janji dan janji dalam lisan maupun tulisan Tentang sebongkah rindu dan pelukan hangat dari kekasih Tentang malu-malu y...