| Keluarga Besarku |
Sedari fajar mereka sudah rukuk dan sujud menyembah
Sang Pencipta. Bahkan sepertiga malam rutin untuk mendoakan kita. Ya kita yang
enam belas bersaudara ini, meski dua oarang diantara kita telah menemui Sang
Ilahi, dia tetap mendoakannya. Ahh.. betapa menyimpan sesal batin ku, andai dan
andai suka sekali menghujam bibir hati ku. Menepisnya dengan memelas “Ah, mungkin sudah takdir ku harus merantau
seperti ini”, gumamku dalam hati. Hei, kalian tahu, meski diantara kita ada
yang seayah namun tak seibu dan seayah seibu, ayah dan mamak tak pernah
membedakan diantara kita. Serius! Aku saksinya. Bukan, bukan karena aku dan
kakak beda ibu dan saat ini akulah dari ibu kedua. Bukan kak! Tak ku
membelanya, hanya saja sudah kurasakan. Namun tetap saja menurut forcasting ku kalian masih menganggapnya
“Ibu Pengganti”. Lantas bisakah kakak-kakak mencintainya dengan sepenuh hati?.
Tahukah kalian bahwa aku menjadi tempat curhatnya? Ya, sambil air mata berderai
sekali pun. Dia suka menceritakan masa lalu kalian bertiga, tentang kakak
pertama yang sangat garang. Ya, bahkan tentang kakak pertama yang pernah
menyemprotku dengan air dari selang yang mengalir kencang, tentang kakak
pertama yang tak suka atas lahirnya diriku. Benarkah demikian kakak pertama ku
yang kucinta?. Ya, sungguh aku tak ada membeda-bedakan pada semuanya.
Hei, lupakah pada jasa mereka yang sejak kecil umur 7
tahun, bahkan belum menginjak umur baligh kita sudah dibangunkan sholat subuh
untuk sholat berjamaah bersama?, bahkan mengajarkan kita tuk sesegera mungkin
untuk bangun dengan cara menarik kaki kita dari tempat tidur, mencubit dengan
kasih sayangnya dan memukul kaki kita dengan sangat hati-hati atau bahkan
memercikkan air ke wajah kita. Kita tahukan tujuan mereka itu apa?. Ya, agar
kita selalu mengingat Sang Pencipta dan memuji asmanya sejak fajar. Tak lain
dan tak bukan untuk menjadikan kita manusia yang berakhlak mulia.
![]() |
| Ayah dan Mamak |
Ayah yang suka menasehati kita sejak balita, memukul
kita jika kita malas dan membangkang. Apakah itu salah? Tidak! Itu tidak salah.
Mengajarkan kita shalat sunnah, bagaimana menyembayangkan mayat, bacaan sholat
lengkap dan mengajarkan kita doa selepas sholat ataupun wirit-wirit meneduh
jiwa. Apakah masih kurang kasih sayangnya?. Itu semata-mata karena kita
dititipkan pada dua jiwa yang kita panggil ayah dan mamak. Mereka tak ingin,
jika di padang mahsyar atau di akhirat nanti catatannya jelek hanya karena mendidik
kita yang cuma abal-abal. Ayah dan mamak mau dan memaksa kita untuk mempelajari
dunia dan akhirat. Lantas masihkah meragukan kasih sayang mereka dan
menyalahkan mereka?.
77 tahun dan 57 tahun. Jarak yang cukup jauh antara
ayah dan mamak kita. Kemarin malam saat ku melepas kepergianku ke tanah rantau,
air mata ku tak bisa terbendung lagi. Bahkan kak Sri yang sering disapa Iyek
aneh melihat tangisan ku yang menjadi-jadi. “Aku gak bisa menahannya kak”,
ucapku padanya. “Aku ga bisa melihat raut wajah kepayahan dari mamak . aku
merasa ingin selalu di dekatnya, membuat bantalan giginya yang berwarna merah
muda itu terlihat. Mamak butuh kita kak. Butuh kita yang selalu menguatkan
hatinya, membelanya, karena selama ini dia selalu terpojok dengan istilah “Salah
Asuhan”. Kalian tahu, saat menulis tulisan ini aku masih menitikkan air mata.
Ayah. Sosok yang kini semakin tua dan renta. Dengan tongkat yang dibuatnya dari
kayu mahoni belakang rumah, perlahan menuju masjid depan rumah. “Ah.. ayah.
Kenapa keras kepala mu makin menjadi-jadi?”, gerutu ku dalam hati. Sesalku
adalah, selama di rumah, aku masih saja suka membantahnya. Astagfirullah aladzim...
![]() |
| Aku dan Ayah |
Saat pamitan malam itu, (Allahumma ya Allah.. maafkan
hamba yang khilaf ini)
Aku bersimpuh mencium kedua pipinya, keningnya dan
berulang kali memeluknya. Mencium tangannya dan berkata “Ayahhh.. maafkan aku. Maafkan
kesalahanku selama ini yang masih menentang dan melawan mu. Maafkan aku yang
masih belum sabar menghadapi masa tua mu”. Berkali-kali ucapan itu ku keluarkan
dan terucap di azzam hatiku “Aku tak
akan mencintai lelaki selain mu”. “Ayah mohon doanya untuk kelancaran
pendidikan ku, semoga lancar hingga kelulusan ku dan aku akan memapankan
finansial ku untuk membuat keluarga kita sejahtera”. Ayah hanya menganggukkan
kepala sambil menangisi ku. Saat itu mamak berada di hadapan ku saat aku
menyudahi memeluk ayah. Disana kudapati dia menyebut nama ku sambil menangis
“Diniiii.. baik-baik ya nak disana, jaga diri baik-baik”, pesannya. Pelukannya
hangat, hangat sekali. Penuh cinta yang baru kurasai saat ini.
Kau tahu, wajahku yang galak dan cara bicaraku yang judes
ini menyimpan air mata yang cukup banyak. Tapi tak kutunjukkan pada khalayak
ramai. Hanya untuk orang tertentu, orang terkasih.
![]() |
| Aku dan Mamak |
Kembalinya aku ke tanah rantau ini menyisakan rindu.
Pasti. Rindunya pasti menjadi-jadi. Semangat untuk menjadi pribadi yang lebih
dan leebihh mandiri semakin menguat dalam tekad untuk kebahagian keluarga.
Bahkan aku berjanji untuk tidak membuat kedua orang
tuaku cemburu dengan lelaki yang hadir dan masuk ke hati ku. Mungkin menurut
kalian aneh kan?. Tapi begitulah mau ku yang belum tentu juga dimaui Tuhan ku.
Semoga Allah mendengar niat baik ku ini. Semoga lelaki yang ingin mengetuk
relung hati ku paham maksud ku ini.
Senin, 13
Maret 2017
Kereta Api
Sawunggalih Pagi menuju Kota Satria Purwokerto



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar diterima