Rabu, 06 November 2013

Segenggam Mimpi buat Sang Elang



Mungkin saat ini bukan hanya sebuah mimpi, tapi kenyataan indah yang kudapat dari sebuah doa. Ya.. sebuah doa, yang selalu tersirat dalam bait-bait kata mesra kepada Sang Maha Cinta. Menurutku bukan lagi tak mungkin jika saat ini aku mulai memikirkan tentang cinta. Cinta yang selalu dielu-elukan setiap insan yang terlahir didunia ini. Bahkan bukan hanya manusia saja yang merasakan, melainkan ciptaanNya yang meramaikan dunia ini pun merasakannya.
Pagi di kota hujan, seperti biasa rintik-rintik embun membasahi dedaunan taman bunga di samping kamarku. Taman bunga kecil yang disusun oleh ibu pemilik rumah kosan ini. Ya.. rumah ini milik orang lain, tetapi setelah beberapa tahun ku mengembara disini, rumah ini sudah kuanggap rumah sendiri.
“Yuli.. Yuli.... “suara nyaring Ema sudah terdengar dari kejauhan memanggil namaku. Entah apa yang diinginkannya dariku pagi ini, entahlahh..
“ Iya, Ema.. kunaon eneng ?” mencoba membiasakan diri menggunakan bahasa baru, pikirku.
“Yul, nemu kerudung hijauku gak ? Kok di lemari gak ada ya ?? “
“Hoammm.. “ kantukku masih tersisa diuapan terakhir mulutku. “ehhmm.. dimana ya ? kemarin sih lihat di jemuran, gak tau deh selanjutnya dimana”. Jawabku dengan nada masih mengantuk. “Ema, pakai kerudung hijau Yuli aja,kalau gak ketemu. Emang mau kemana neng ? pagi-pagi uda mau keluar aja, cantik lagi” gurauku..
“ Ehmmm.. Ya sudah, Ema pinjam punya Yuli aja deh. Yuli takut telat nih, mau ke Depok ada walimahan”. Dengan nada memelas padaku.
Hihihih.. Ini anak ternyata bisa memelas juga, pikirku.
“Oke deh, ambil di lemari neng, aku mau wudhu dulu”.  sembari meninggalkan Ema yang mengambil kerudung di kamarku.
“Yuli.. Aku berangkat ya, Assalamualaikum”
“’Waalaikumsalam, jawabku dalam hati, saat aku masih membasuh kakiku dengan air suci itu.
“Alhamdulillahilladzi ath’amana watsaqona waz’alana minalmuslimin” dalam hati ku melafadzkan doa itu. Ya.. wanita cantik itu sudah pergi, dan dikosan ini tinggal aku sendiri, menyepi dan seperti biasa kucing tetangga menjadi sasaran empuk atas kesendirianku.
Selesai shalat entah kenapa ada dialog diotakku. “Walimahan ?? siapa ya ? kenapa Ema tidak cerita ? aahhh.. Ema, kenapa gak ngajak sihh ? gerutuku menyerangai sarafku.
Astagfirullah.. maafkan hamba yang sudah salah sangka ya Rabb, pintaku. Kenapa berfikir seperti itu sih Yuli ? mungkin itu walimahan keluarganya, pikirku.
Ahhhh.. aku bingung ? what should i do [1]?? pikiran tentang walimahan yang dikatakan Ema membuatku terus memikirkannya.  “ walimahan ? menikah ? apa masalahnya denganku ? kenapa aku harus memikirkannya ? Ingat Yuli, tujuan awal “MENUNTUT ILMU”, masalah itu jangan dipikirkan dulu atuh Yuli.” Kata – kata itu tiba-tiba prontal keluar dari mulutku.
Terkadang kalau dipikir – pikir, seumuranku sudah cocok untuk berumah tangga. Ya.. angka 23 bukanlah hal yang kecil, melainkan sudah cukup matang. Namun, jika dipikir ulang program belajarku belum selesai, dan sebelumnya aku telah menargetkan umur menikahku di usia 25 tahun. Ya.. Belum saatnya gerutuku, 23 masih muda kok, dan adik-adikku masih banyak yang harus aku sekolahkan, pikirku.
Ahhh.. Kepalaku seperti pompa sepeda yang sedang memompa ban yang bocor. Sakit, pusing yang kurasa hadir tiba-tiba disaat ku memikirkan hal tadi. Ya.. cukup!! Jangan dulu!!. Bantahku ..
Lamunanku berakhir di pulau kapuk ku. Kurang lebih setengah jam otak ini ter-refresh, tiba- tiba terjaga oleh dering bel kosan.
Teng..nongg.. bunyi itu berkali-kali membangunkan tidurku.
“Assalamualaikum, Yuli... “
Teng.. nong..
Bersamaan suara bel kosanku dan seseorang memanggil namaku dari balik pintu depan. Tak kuasa mendengar suara-suara itu, bergegas ku pakai kerudungku.
“Waalaikumsalam, siapa ? jawabku, sambil berlari mendekati pintu sembari membawa beberapa anak kunci.
“mbak Evi, Yul..” bukain dong.
“Mbak Evi ? ada apa ya ? pikirku sejenak. “ Iya mbak,tunggu. Tanganku mulai memegang handle pintu dan memasukkan anak kunci yang pas pada pintu itu.
“Waalaikumsalam mbak Evi, maaf agak lama buka pintunya. Heheheh.. sambil cengar-cengir.
“Kamu baru bangun neng ? yeee.. anak gadis bangun jam segini.
Ya.. waktu menunjukkan pukul 8.35 pagi. Dan aku lupa cuci muka sebelum membuka pintu tadi, dan akhirnya aku ketahuan baru bangun jam segini.
“heheheh.. tadi subuh sudah bangun, sehabis shalat tiba – tiba ada ocehan aneh yang merayuku untuk pergi ke pulau itu “ sambil menunjuk tempat tidurku.
Mbak Evi adalah seniorku di kampus, dia sudah menyabet gelar S2 dikota ini, dikota hujan ini. Aku bangga dengan beliau atas prestasi-prestasi yang diraihnya. Apalagi setelah aku tahu beliau juga anak perantauan, sama seperti aku. Dan aku mulai mengikuti langkahnya untuk menjadi wanita berprestasi.
“Yul, Ema kemana ? kok sepi ? tanya mbak Evi.
“Ema pergi dari tadi subuh, katanya sih mau ke acara walimahan, gak tahu deh walimahan siapa.” Jawabku dengan lengkap sebelum si embak bertanya.
“yee.. kamu Yul, belum ditanya sampai kesitu, uda dijawab panjang lebar. Godanya sambil mencolek lenganku.
“hehehe.. ketawa kecil gak jelas keluar dari alat komunikasiku.
“mbak.. sapaku”
“iya Yul ? kenapa adikku ? sepertinya mbak bisa menangkap matamu. Coba cerita.. sepertinya dibola matamu ada kata yang ingin kau sampaikan pada mbak.”
Ya.. wanita ini sungguh peduli kepadaku. Beberapa kali kegundahan hati ini kucurahkan kepada beliau.
“Ehhmm.. begini mbak, entah kenapa saat Ema pergi ke acara walimahan, pikiranku melayang tentang hal itu. Diusiaku yang sudah 23 tahun ini sepertinya aku sudah layak untuk menikah, ucapku. Namun, pertimbangan tanggung jawab terhadap keluarga membuatku melupakan angan itu.”
“Boleh mbak menjawabnya sekarang ukhty cantik?” Sanggah wanita disampingku.
Lidahku keluh tak berkata, hanya anggukan yang menjadi jawaban atas pertanyaannya.
“ Allah sudah menyiapkan sang elang untuk mu adinda, elang itu sekarang sedang berkelana mencarimu. Ia akan terus mencari sampai Allah menyuruhnya berhenti disebuah daratan indah. Kapan ?? Wallahu A’lam bishowab, hanya Sang Maha Pemberi Dzat yang tahu akan hal itu. Dan siapa elang itu ? jawabannya ada padaNya.” Jelas wanita yang disampingku.
“ Begitukah mbak ? jadi Yuli tak perlu pusing dong mbak ?”celotehku mengembang dari bibirku.
“ Iya Yuli, kenapa harus pusing ? wong sudah disiapkan kok. Tinggal kitanya yang sabar menanti dalam sujud dan doa kepadaNya. Ingat wanita baik untuk lelaki baik, pun sebaliknya, paham kan neng ?”
“ Alhamdulillah, sedikit tenang... makasih mbak atas nasehatnya”. Kupeluk erat tubuhnya sambil mengingat kata-kata yang diucapkannya tadi. Ya wanita baik hanya untuk lelaki baik,pun sebaliknya.
Obrolan kami tak sampai disitu saja, ada banyak ilmu yang ku dapat pagi ini. Tak ada yang perlu dikhawatirkan atas sang elang. Sang elang akan mendarat diperaduannya atas perintah Sang Maha Cinta. Tak perlu sedih jikapun Allah lama mendaratkan sang elang dihatimu. Karena Dia sudah tau yang terbaik untuk kita. Amiin
******






[1] Bahasa Inggris apa yang harus aku lakukan

Nyanyian Rindu si Anak Kandang





Pekikan itu.. Teriakan itu menyembur dalam benak ku.. Dia berlari membawa batang sapu untuk memnghujam tubuhku aku berlari menyusup dalam rumah-rumah tetangga. Tak kuasa aku berlalu sampai pada sebuah lahan gembalaan. Ya aku masih mengenakan seragam sekolah ku waktu itu. Aku berlari mencari sosok wanita yang sedang mengembalakan domba-dombanya. Aku menceritakan semuanya, dan ternyata semua memang salah ku.
Lelaki tua itu selalu ku panggil ayah, rambutnya yang sudah mulai memutih tak menghilangkan tabiat kejam dan kerasnya. Cara mendidiknya yang sangat arogan membuat ku tercipta seperti ini, Sedangkan wanita penggembala itu adalah dia yang selalu ku panggil mamak. Aku terlahir di keluarga yang dielu-elukan masyarakat adalah keluarga besar. Ya, aku anak ke sembilan dari lima belas bersaudara. Mungkin sudah selayaknya keluarga ku mendapat rekor muri.
Semua memori-memori saat itu masih ku ingat sampai sekarang, mungkin bukan aku saja yang terkena pendidikan keras dari ayah ku, bahkan adikku dan kakak-kakak ku pun merasakannya. Ayah bukanlah tipikal orang yang pemilih atau pilih-pilih kasih, beliau menyamaratakan pada semua anak-anaknya termasuk aku. Tak ada yang dimanjakan dari kami, karena ia rasa dunia itu terlalu kejam untuk bermanja-manja. Untuk itulah sampai sekarang aku kaku dan tak berpangaruh pada tingkah pangku tangan orang-orang disekitarku.
Aku bingung untuk menceritakannya, sulit lidahku bercengkrama untuk itu. Ahh.. cerita itu memang unik dan sulit untuk melupakannya. Akulah si anak kandang yang rindu akan pulang. Aku hanya bisa tertawa renyah membayangkannya. Sudah dua tahun ku melanglang buana di kota besar, kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di pulau jawa. Mungkin sudah menjadi takdirku untuk meneruskan usaha keluarga untuk menjadi peternak sampai-sampai aku terperosok masuk ke dunia peternakan. Aku bukanlah mahasiswa cerdas yang dielu-elukan di kampus, biasa saja, karena ku tahu itu bukan orientai ku. Di kampus aku diceletuki sebagai cewek galak, jutek, dan bla.. bla.. bla.. anggap angin lalu saja karena ku akui aku memamg seperti itu. Wajar saja sampai saat ini tak seorang laki-laki pun berani mendekati ku. Ya mungkin karena sifat ku itu. Apa boleh buat semua sudah dikandung badan, dan semua sudah menjadi tabiat ku, aku menyukai keunikan ku dan aku percaya tuhan punya kata untuk menjawab keunikan ku ini.
Perjalanan selama dua tahun di kota orang menjadi kenangan-kenangan yang menjadi awal pengalamanku jauh dengan orang tua. Ayah dan mamak tak pernah mengajari kami untuk menjadi manusia yang manja. Wajarlah jika aku pun jarang sekali komunikasi dengan keluarga ku dikampung. Banyak orang mengatakan aku itu aneh, ahhh.. apalah itu aku tak peduli. Idealisme itu menjadi-jadi “Aku adalah aku, bukan kamu dan bukan orang lain”. Istilah egoisme itu merasuk ke dalam jiwa ku.

JANJI BISU

Tentang sederet janji dan janji dalam lisan maupun tulisan Tentang sebongkah rindu dan pelukan hangat dari kekasih Tentang malu-malu y...