Mungkin saat ini bukan
hanya sebuah mimpi, tapi kenyataan indah yang kudapat dari sebuah doa. Ya..
sebuah doa, yang selalu tersirat dalam bait-bait kata mesra kepada Sang Maha Cinta.
Menurutku bukan lagi tak mungkin jika saat ini aku mulai memikirkan tentang
cinta. Cinta yang selalu dielu-elukan setiap insan yang terlahir didunia ini.
Bahkan bukan hanya manusia saja yang merasakan, melainkan ciptaanNya yang
meramaikan dunia ini pun merasakannya.
Pagi di kota hujan,
seperti biasa rintik-rintik embun membasahi dedaunan taman bunga di samping
kamarku. Taman bunga kecil yang disusun oleh ibu pemilik rumah kosan ini. Ya..
rumah ini milik orang lain, tetapi setelah beberapa tahun ku mengembara disini,
rumah ini sudah kuanggap rumah sendiri.
“Yuli.. Yuli.... “suara
nyaring Ema sudah terdengar dari kejauhan memanggil namaku. Entah apa yang
diinginkannya dariku pagi ini, entahlahh..
“ Iya, Ema.. kunaon
eneng ?” mencoba membiasakan diri menggunakan bahasa baru, pikirku.
“Yul, nemu kerudung
hijauku gak ? Kok di lemari gak ada ya ?? “
“Hoammm.. “ kantukku
masih tersisa diuapan terakhir mulutku. “ehhmm.. dimana ya ? kemarin sih lihat
di jemuran, gak tau deh selanjutnya dimana”. Jawabku dengan nada masih
mengantuk. “Ema, pakai kerudung hijau Yuli aja,kalau gak ketemu. Emang mau
kemana neng ? pagi-pagi uda mau keluar aja, cantik lagi” gurauku..
“ Ehmmm.. Ya sudah, Ema
pinjam punya Yuli aja deh. Yuli takut telat nih, mau ke Depok ada walimahan”.
Dengan nada memelas padaku.
Hihihih.. Ini anak
ternyata bisa memelas juga, pikirku.
“Oke deh, ambil di
lemari neng, aku mau wudhu dulu”. sembari meninggalkan Ema yang mengambil
kerudung di kamarku.
“Yuli.. Aku berangkat
ya, Assalamualaikum”
“’Waalaikumsalam, jawabku
dalam hati, saat aku masih membasuh kakiku dengan air suci itu.
“Alhamdulillahilladzi
ath’amana watsaqona waz’alana minalmuslimin” dalam hati ku melafadzkan doa itu.
Ya.. wanita cantik itu sudah pergi, dan dikosan ini tinggal aku sendiri,
menyepi dan seperti biasa kucing tetangga menjadi sasaran empuk atas
kesendirianku.
Selesai shalat entah
kenapa ada dialog diotakku. “Walimahan ?? siapa ya ? kenapa Ema tidak cerita ? aahhh..
Ema, kenapa gak ngajak sihh ? gerutuku menyerangai sarafku.
Astagfirullah.. maafkan
hamba yang sudah salah sangka ya Rabb, pintaku. Kenapa berfikir seperti itu sih
Yuli ? mungkin itu walimahan keluarganya, pikirku.
Ahhhh.. aku bingung ? what should i do [1]??
pikiran tentang walimahan yang dikatakan Ema membuatku terus memikirkannya. “ walimahan ? menikah ? apa masalahnya
denganku ? kenapa aku harus memikirkannya ? Ingat Yuli, tujuan awal “MENUNTUT
ILMU”, masalah itu jangan dipikirkan dulu atuh Yuli.” Kata – kata itu tiba-tiba
prontal keluar dari mulutku.
Terkadang kalau dipikir
– pikir, seumuranku sudah cocok untuk berumah tangga. Ya.. angka 23 bukanlah
hal yang kecil, melainkan sudah cukup matang. Namun, jika dipikir ulang program
belajarku belum selesai, dan sebelumnya aku telah menargetkan umur menikahku di
usia 25 tahun. Ya.. Belum saatnya gerutuku, 23 masih muda kok, dan adik-adikku
masih banyak yang harus aku sekolahkan, pikirku.
Ahhh.. Kepalaku seperti
pompa sepeda yang sedang memompa ban yang bocor. Sakit, pusing yang kurasa
hadir tiba-tiba disaat ku memikirkan hal tadi. Ya.. cukup!! Jangan dulu!!.
Bantahku ..
Lamunanku berakhir di
pulau kapuk ku. Kurang lebih setengah jam otak ini ter-refresh, tiba- tiba
terjaga oleh dering bel kosan.
Teng..nongg.. bunyi itu
berkali-kali membangunkan tidurku.
“Assalamualaikum,
Yuli... “
Teng.. nong..
Bersamaan suara bel
kosanku dan seseorang memanggil namaku dari balik pintu depan. Tak kuasa
mendengar suara-suara itu, bergegas ku pakai kerudungku.
“Waalaikumsalam, siapa
? jawabku, sambil berlari mendekati pintu sembari membawa beberapa anak kunci.
“mbak Evi, Yul..”
bukain dong.
“Mbak Evi ? ada apa ya
? pikirku sejenak. “ Iya mbak,tunggu. Tanganku mulai memegang handle pintu dan
memasukkan anak kunci yang pas pada pintu itu.
“Waalaikumsalam mbak
Evi, maaf agak lama buka pintunya. Heheheh.. sambil cengar-cengir.
“Kamu baru bangun neng
? yeee.. anak gadis bangun jam segini.
Ya.. waktu menunjukkan
pukul 8.35 pagi. Dan aku lupa cuci muka sebelum membuka pintu tadi, dan
akhirnya aku ketahuan baru bangun jam segini.
“heheheh.. tadi subuh
sudah bangun, sehabis shalat tiba – tiba ada ocehan aneh yang merayuku untuk
pergi ke pulau itu “ sambil menunjuk tempat tidurku.
Mbak Evi adalah
seniorku di kampus, dia sudah menyabet gelar S2 dikota ini, dikota hujan ini.
Aku bangga dengan beliau atas prestasi-prestasi yang diraihnya. Apalagi setelah
aku tahu beliau juga anak perantauan, sama seperti aku. Dan aku mulai mengikuti
langkahnya untuk menjadi wanita berprestasi.
“Yul, Ema kemana ? kok
sepi ? tanya mbak Evi.
“Ema pergi dari tadi
subuh, katanya sih mau ke acara walimahan, gak tahu deh walimahan siapa.” Jawabku
dengan lengkap sebelum si embak bertanya.
“yee.. kamu Yul, belum
ditanya sampai kesitu, uda dijawab panjang lebar. Godanya sambil mencolek
lenganku.
“hehehe.. ketawa kecil
gak jelas keluar dari alat komunikasiku.
“mbak.. sapaku”
“iya Yul ? kenapa
adikku ? sepertinya mbak bisa menangkap matamu. Coba cerita.. sepertinya dibola
matamu ada kata yang ingin kau sampaikan pada mbak.”
Ya.. wanita ini sungguh
peduli kepadaku. Beberapa kali kegundahan hati ini kucurahkan kepada beliau.
“Ehhmm.. begini mbak,
entah kenapa saat Ema pergi ke acara walimahan, pikiranku melayang tentang hal
itu. Diusiaku yang sudah 23 tahun ini sepertinya aku sudah layak untuk menikah,
ucapku. Namun, pertimbangan tanggung jawab terhadap keluarga membuatku
melupakan angan itu.”
“Boleh mbak menjawabnya
sekarang ukhty cantik?” Sanggah wanita disampingku.
Lidahku keluh tak
berkata, hanya anggukan yang menjadi jawaban atas pertanyaannya.
“ Allah sudah menyiapkan
sang elang untuk mu adinda, elang itu sekarang sedang berkelana mencarimu. Ia
akan terus mencari sampai Allah menyuruhnya berhenti disebuah daratan indah.
Kapan ?? Wallahu A’lam bishowab, hanya Sang Maha Pemberi Dzat yang tahu akan
hal itu. Dan siapa elang itu ? jawabannya ada padaNya.” Jelas wanita yang
disampingku.
“ Begitukah mbak ? jadi
Yuli tak perlu pusing dong mbak ?”celotehku mengembang dari bibirku.
“ Iya Yuli, kenapa
harus pusing ? wong sudah disiapkan kok. Tinggal kitanya yang sabar menanti
dalam sujud dan doa kepadaNya. Ingat wanita baik untuk lelaki baik, pun
sebaliknya, paham kan neng ?”
“ Alhamdulillah, sedikit
tenang... makasih mbak atas nasehatnya”. Kupeluk erat tubuhnya sambil mengingat
kata-kata yang diucapkannya tadi. Ya wanita baik hanya untuk lelaki baik,pun
sebaliknya.
Obrolan kami tak sampai
disitu saja, ada banyak ilmu yang ku dapat pagi ini. Tak ada yang perlu
dikhawatirkan atas sang elang. Sang elang akan mendarat diperaduannya atas
perintah Sang Maha Cinta. Tak perlu sedih jikapun Allah lama mendaratkan sang
elang dihatimu. Karena Dia sudah tau yang terbaik untuk kita. Amiin
******